IX. TENTANG DOA IFTITAH / ISTIFTAH.
Menurut
Madzhab Malikiyah, membaca doa Iftitah hukumnya Makruh, mengambil dari hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Sahabat Anas yang
mengatakan, “Sewaktu nabi Muhammad, Sahabat Abu Bakar dan Sahabat Umar memulai
sholat, dimulai dengan Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin (Setelah takbir).
Akan
tetapi menurut Madzhab Syafi’iyah, Hanafiyah dan hanabillah, mensunnahkan doa
Iftitah setelah Takbiratul Ihram, mengambil dari hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, Imam Muslim dan Imam Turmudzi dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib
yang mengatakan, “Ketika Rasulullah berdiri mengerjakan shalat (setelah
Takbiratul Ihram), beliau mengucapkan, “Wajjahtu (tidak diawalai dengan ‘inni’)
Wajhiya Lilladzi Fatharas-Samawati Wal Ardla Hanifam-Muslima Wama Ana Minal
Musyrikin Inna Shalati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahi Rabbil ‘Alamin
Lasyarikalahu Wabidzalika Umirtu Wa Ana Minal Muslimin.
PENJABARAN DOA IFTITAH dalam
Madzhab Syafi’iyah.
Menurut
Madzhab Syafi’iyah Lafazh doa Iftitah yang tebaik adalah Lafazh yang diucapkan
Rasulullah melalui riwayat Sayyidina ‘Ali (Sepeerti doa Iftitah di atas).
Diperbolehkan juga mengucapkan doa Iftitah seperti yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Sahabat Ibnu Umar yang mengatakan, “Pada suatu waktu kami
mengerjakan shalat dengan Rasulullah, pada saat itu ada seorang lelaki dari
sekelompok sahabat yang mengucapkan ‘Allahu Akbar Kabira Walhamdulilahi Katsira
Wasubhanallahi Bukrataw Wa’asilah’ (Setelah Salam) Rasulullah berkata, “Siapakah
yang mengucapkan doa seperti tadi” seorang laki-laki dari sekelompoknya
menjawab, “Saya ya Rasulullah” Maka Rasulullah berkata, “Saya merasa kagum
dengan diucapkannya satu kalimat yang menyebabakan pintu langit (Rahmah)
terbuka” dan Sahabat Ibnu Umar mengatakan, “Saya belum pernah meninggalkan doa
tersebut dari awal mendengar perkataan Rasulullah seperti itu”.
Diperbolehkan
juga mengucapkan doa Iftitah seperti yang terdapat dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Abi Hurairah yang mengatakn, “Sewaktu
Rasulullah (Shalat), beliau terdiam antara Takbiratul Ihram dan baca
Al-Fatihah, maka saya bertanya, ‘Ya Rasulullah, demi bapak ibuku apa yang
engkau ucapkan di waktu diammu antara takbir dan Al-Fatihah ?’ Rasulullah
menjawab, “Yang aku ucapkan adalah ‘Allahuma Ba’id Baini Wabaina Khathayaya
kama Ba’adta Bainal Masyriqi Wal-Maghribi, Allahumma Naqqini Minal Khathaya (riwayat
lain ‘Khathayaya) kama Yunaq-Qats-Tsaubu Al’Abyadu Minad-Danasi, Allahummaghsil
Khtayaya Bil Ma’i Wats-Tsalji Walbardi.” Dan diperbolehkan juga membaca Iftitah
dengan ‘Subhanallah Walhamdulillah Wala Ilaaha Illallah Wallahu Akbar’.
Diterangakan
dalam kitab Al-Fiqhul Islam dan Kitab Al-Majmu’ dalam bacaan doa Iftitah dari
semua riwayat di atas disunnahkan untuk menggabung semuanya bagi munfarid dan
imam yang ma’mumnya ridhlo jika doanya
dipanjangkan. Adapun bagi Imam yang ma’mumnya tidak terbiasa dipanjangkan, maka
alangkah baiknya dimulai dengan ‘Wajjahtu’ dan diakahiri dengan ‘Wa Ana Minal
Muslimin’.
Menurut
Madzhab Syafi’iyah, disunnahkan untuk membaca doa Iftitah, baik dalam shalat fardu
atau sunnah, baik bagi munfarid, imam atau ma’mum, sehingga apabila imam
membaca ‘Amin’ dan ma’mum ikut mengamininya sebelum membaca apapun, maka
setelah ma’mum tetap disunnahkan membaca doa Iftitah.
Dalam Madzhab Syafi’iyah, doa
Iftitah disunnahkan dengan 5 (lima) syarat, yaitu :
1. Dibaca
pada selain shalat jenazah, sebab yang disunnahakn adalah doa ta’awudz.
2. Tidak
takut kehabisan waktu ‘Ada’. Yang dimaksud waktu ‘Ada’ adalah waktu yang memuat
satu rakaat, apbila tidak memuat satu rakaat, maka tidak disunnahkan untuk
membacanya.
3. Tidak
takut tertinggal sebagian bacaan Al-Fatihah (Bagi ma’mum), apabila takut, maka
tidak disunnahkan untuk membacanya, apabila telah membaca doa Iftitah dan
tertinggal, maka wajib membaca Al-Fatihah dengan kadar doa Iftitah yang telah
dibaca.
4. Ma’mum
menemukan Imam pada saat berdiri, apabila ma’mum menemukan imam pada saat ruku’,
I’tidal atau sujud, maka ma’mum tidak disunnahkan membaca doa Iftitah. Akan tetapi
apabila ma’mum menemui imam dalam tasyahud awal dan imam berdiri sebelum ma’mum
duduk, atau menemui imam dalam tasyahud akhir dan imam bersalam sebelum ma’mum
duduk, maka ma’mum tetap disunnahkan membaca do’ Iftitah.
5. Tidak
didahului membaca ta’awudz atau bissmillah, apabila telah didahului dengan
membaca ta’awudz atau bissmillah (Seba lupa/sengaja), maka tidak
disunnahkan membaca Iftitah.
Sumber referensi artikel :
Faidlur-rahman (Shifatu Shalatin Nabi SAW) 4 Hal. 83 – 86
Artikel
ini dibuat untuk menambah referensi tentang pengetahuan khususnya di bidang
Agama, bukan untuk menjadikannya sebagi perdebadan yang saling menyalahkan dan
menganggap dirinya paling benar. Mohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam
penulisan dan penamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar