BEBERAPA PERKARA YANG TERDAPAT PADA QUNUT


              1.   Masalah Hukum.
Menurut Imam Syafi’I, qunut hukumnya sunnah pada shalat shubuh di rakaat kedua setelah I’tidal, begitu pula disunnahkan pada waktu shalat witir dalam pertengahan di bulan Ramadhan. Adapun selain dari shalat shubuh dan witir, maka hukumnya tidak disunnahkan, keuali terjadi suatu musibah (Nazilah) pada orang muslim, seperti terjadi peperangan atau adanya wabah penyakit, maka disunnahkan qunut dalam tiap sholat, terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah, “Sesungguhnya Rasulullah berqunut pada selain shalat shubuh sewaktu terjadi musibah saat terbunuhnya
para
sahabat Ahli Qur’an. Adapun pada selain shalat Maktubah, maka tidak disunnahkan qunut walaupun adanya musibah. Dipeerbolehkan bagi ma’mum untuk mengikuti atau tidak mengikuti iamam sewaktu iamam mengerjakan qunut atau tidak (Sebab qunut termasuk sunnah La Fi’lan wala tarkan).

2.    Masalah tempat/letak qunut.
Ulama berbeda pendapat menurut Ahli Syafi’iyah dan Hanabilah letak qunut setelah bangun dari Ruku’, mengambil hadist dari yang diriwayatkan oleh sahabat Anas, seorang bertanya kepada sahabat Anas, “Apakah Rasulullah mengerjakan qunut dalam sholat subuh” sahabat anas menjawab “Betul” orang tersebut bertanya lagi, “Apakah Rasulullah mengerjakan sebelum atau seseudah Ruku” sahabat Anas menjawab “Sesudah Ruku”. Akan tetapi menurut ahli Hanafiyah, letak qunut sebelum ruku, adapaun menurut Ahli Malikiyah bias sebelum atau sesudah Ruku’. Bagi ahli Syafi’iyah, apabila mengerjakan qunut sebelum Ruku’, maka qunutnya tidak dihitung dan disunnahkan qunut lagi setelah ruku’ begitupun disunnahkan pula untuk bersujud sahwi.
3.    Masalah bacaan Qunut,
Menurut ahli Syafi’iyah, bacaan terbaik dalam qunut adalah bacaan do’a yang diriwayatkan dari Sayyidina Hasan bin ‘Ali, “Rasulullah mengajarkan kepadaku beberapa kalimah (Do’a qunut) dalam shalat Witir, beliau membacakan : ALLAHUMMAHDINII FIIMAN HADAIIT WA ‘AFINII FIIMAN ‘AFAIIT WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIIT WABARIKLII FIMAA A’THAIIT WAQINII SYARRA MAA QADLAIIT FAINNAKA (INNAKA) TAQDLII WALA YUQDA ‘ALAIIK WAINNAHU (INNAHU) LAA YADZILLU MAN WALAIIT WALA YA’IZZU MAN ‘ADAIIT (sebagian rawih tidak menyebutkan lafazh ini ), TABARAKTA RABBANAA WATA’ALAITA FALAKALHAMDU ‘ALAA MAA QADLAIIT ASTAGFIRUKA WA ATUBU ILAIIK WASHALALLAU ‘ALAA SAYYIDINA MUHAMMADIN ANNABIYYIL UMMIYYI WA ‘ALAA SAYYIDINA MUHAMMADIN ANNABIYYIL UMMIYYI WA’ALAA AALIHI WASHAHBIHI WASALLAM.
4.    Masalah Shalawat dalam Qunut.
Menurut Ahli Syafi’iyah dalam do’a qunut disunnahkan membaca shalawat, seperti yang terdapat dalam hadist yang diriwayatkan Sayyidina Hasan bin ‘Ali. Adapun menurut imam Baghawi tidak disunnahkan membaca Shalawat. Adapaun pendapat yang Shaheh adalah pendapat yang pertama (Syafi’iyah).
5.    Masalah mengakat kedua tangan sewaktu qunut.
Menurut Imam Bahawi dan Imam Haramain, dalam qunut tidak disunnahkan mengangkat tangan, seperti halnya do’a dalam sujud dan tasyahud. Akan tetapi menurut pendapat yang shaheh disunnahkan mengangkat kedua tangan, mengambil dalil dari hadist yang diriwayatkan sahabat Anas sewaktu menceritakan para sahabat Rasulullah yang terbunuh, sahabat berkata “Saya melihat sewaktu shalat subuh Rasulullah mengangkat kedua tangannya mendo’akan para sahabat yang terbunuh”. Dan dari hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abi Rafi’, “Saya shalat dibelakang sahabat umar bin Khattab, beliau melakukan qunut setelah ruku’ dengan mengangkat kedua tangannya dan beliau mengeraskan suara sewaktu berdo’a. Adapun masalah mengusap muka setelah selesai qunut menurut qaul shaheh tidak disunnahkan.
6.   Masalah mengeraskan suara sewaktu qunut.
Terdapat 3 bagian yaitu 1. Do’a (dari Allahummahdini hingga Waqini syarrama qadlait) 2. Pujian kepada Allah (Dari Fainnaka taqdli hingga sebelum sholawat) 3. Shalawat.
Apabila shalat sendiri (Tidak jama’ah) maka disunnakah melirihkan suara baik dalam do’a, pujian atau shalawat, kecuali dalam qunut Nazilah disunnahkan mengeraskan suara sewaktu bacaan do’a, baik dalam shalat Jahriyah (Magrib, Isya, Subuh) Atau Shalat Sirriyah (Dzuhur dan Ashar). Adapun bacaan shalawat dalam qunut Nazilah ulama berbeda pendapat, apabila termasuk do’a, maka disunnahkan mengeraskan suara, apabila termasuk pujian, maka disunnahkan melirihkan suara.
Apabila sebagi Imam, maka disunnahkan mengeraskan suara pada waktu bacaan do’a, baik dalam shalat shubuh, witir atau qunut nazilah, mengambil dari hadist yang diriwayatkan sahabat Abi Hurairah, “Sesungguhnya Rasulullah mengeraskan suara sewaktu membaca do’a qunut dalam Nazilah.” Adapaun dalam bacaan pujian, iamam disunnahkan melirihkan suara pada semua qunut dan semua waktu. Akan tetapi dalam bacaan shalawat ualam berbeda pendapat, sebagian mengatakan shalawat termasuk do’a, maka disunnahkan mengeraskan suara, sebagian lagi mengatakan sebagai pujian, maka disunnahakan melirihkan suara.
Apabila qunut imam tidak teredengar oleh Ma’mum, maka ma’mum disunnahkan membaca qunut sendiri dengan lirih. Apabila terdengar, maka ma’mum disunnhakan mengamini bacaan imam sewaktu membaca do’a. sewaktu imam membaca pujian, maka disunahkan untuk ikut membacanya. Sewaktu membaca shalawat, terdapat percedaan pendapat, apabila termasuk do’a, maka ma’mum disunnahakan untuk ikut membacanya. Dan yang terbaik bagi ma’mum dalam masalah shalawat yaitu mengamini dan membacanya.

Keterangan :
Menurut Ahli Syafi’iyah, qunut Nazilah bukan termasuk sunnah Ab’ad, maka apabila meninggalnya tidak disunnahkan sujud sahwi.
     Bagi Imam sewaktu membaca qunut disunnahkan memakai Lafazh Jama’ untuk orang banyak (Ihdina, Bukan Ihdini). Dalam kitab Adzkar diterangkan, apabila iama mengkhususkan untuk sendiri padahal ada yang mengamini, makah hukumnya Makruh, mengambil dari hadist yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, Rasulullah berkata “Seseorang hamba tidak mengimami suatu kaum yang mengkhususkan diri dalam berdo’a tidak untuk kaumnya, apabila hamba mengerjakan seperti itu, maka hamba telah menghianati terhadap kaumnya”.

Sumber referensi Artikel Kitab Faidlur-Rahman Halaman 111-114


Keterangan : Artikel ini tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah atau siapa yang benar dalam berpendapat, tujuan artikel ini adalah untuk menjadi sumber bacaan yang beermanfaat. Tidak untuk diperdebatkan tetapi melainkan menjadikan salah satu sumber referensi. Apabila ingin mengcopy paste artikel ini, harap dicantumkan referensinya
          
Dapatkan Artikel Gratis
*Untuk berlangganan Artikel gratis via E-Mail di blog ini, silahkan masukan alamat email anda dan klik tombol Subscribe.. Terimakasih*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar