1. Adanya
pemukiman, desa atau kota yang menjadi tempat tinggal orang yang mengerjakan
shalat jum’at.
2. Ada
40 orang dalam jama’ah dari ahli shalat jum’at (Lelaki, baligh, merdeka, mukim).
3. Adanya
waktu dzuhur (Masih masuk waktu).
Apabila sudah keluar waktu atau sebagian
dari syarat di atas tidak terpenuhi, maka shalat dilaksanakan dengan shalat
dzuhur.
Keterangan
:
Yang
dimaksud perkotaan, yaitu : apabila di tempat tersebut terdapat Hakim Syar’I
(Pengadilan agama) dan hakim Syarthi (Pengadilan kepolisian), serta adanya
pasar untuk jual beli. Yang dimaksud pedesaan, yaitu : adanya sebagian tempat
dari perkotaan, seperti adanya pasar. Dan yang dimaksud pemukiman yaitu tidak
adanya tempat seperti yang terdapat dalam perkotaan.
Menurut
ahli Syafi’iyah, shalat jum’at dapat dilaksanakan baik dalam perkotaan,
pedesaan atau pemukiman, walaupun tidak dilaksanakan di dalam masjid, dengan
syarat tempat pelaksanaan tidak jauh (Tidak bisa untuk mengqoshor shalat),
apabila jauh dari pemukiman (Dapat mengqoshor shalat), maka shalat jum’at
hukumnya tidak wajib. Dan apabila tidak ada pemukiman (Sekedar tenda), maka
shalat jum’at hukumnya tidak wajib, kecuali apabila mendengar adzan, maka harus
mendatanginya.
Syarat
tentang jumlah jama’ah dalam shalat Jum’at, ulama berbeda pendapat, yaitu :
1. Cukup
dengan 1 orang, maka tidak wajib jam’ah, dari pendapat Imam Ibnu Hazem.
2. Cukup
dengan 2 orang, dari pendapat Imam Nakha’i.
3. Cukup
dengan 3 orang, dari pendapat Imam Abi Yusuf.
4. Cukup
dengan 4 orang, dari pendapat Imam Abu Hanifah.
5. Cukup
dengan 7 orang, dari pendapat Imam ‘Akramah.
6. Cukup
dengan 9 orang, dari pendapat Imam Rabi’ah.
7. Cukup
dengan 12 orang, dari Madzhab Imam Malik.
8. Cukup
dengan 13 orang, dari pendapat Imam Ishaq.
9. Cukup
dengan 20 orang, dari pendapat Imam Ibnu Habib.
10. Cukup dengan 30 orang, dari pendapat
sebagian ahli Malikiyah.
11. Cukup dengan 40 orang, dari pendapat
Madzhab paling shaheh Imam Syafi’i.
12. Cukup dengan 41 orang, dari pendapat
sebagian Madzhab Syafi’yah.
13. Cukup dengan 50 orang, dari pendapat
Madzhab Imam Ahmad bin Hambal.
14. Cukup dengan 80 Orang, dari pendapat
Imam Mazari.
15. Dalam perkumpulan orang banyak, dari
pendapat sebagian ulama.
Yang
dimaksud masih masuk dalam waktu dzuhur, yaitu : masih ada dalam waktu dzuhur
dengan yakin, apabila ragu, maka kewajibannya adalah mengerjakan shalat dzuhur.
Akan tetapi apabila ragu setelah takbiratul ihram, maka kewajibannya adalah menyempurnakan
shalat jum’at.
Ahli
Syafi’iyah menambahkan 2 syarat dalam sahnya mengerjakan shalat jum’at, yaitu
1. Sempurnanya
40 orang, dari awal khutbah hingga akhir shalat.
2. Shalat
jum’at yang tidak dibarengi atau didahului oleh shalat Jum’at lainnya (dalam
satu desa) dan tidak ada hajat.
Orang
yang mengerjakan shalat jum’at terbagi dalam 6 bagian, yaitu :
1. Wajib,
dapat menjadikan shalat jum’at dan sah, yaitu orang yang sempurna syaratnya.
2. Wajib,
tidak dapat menjadikan shalat jum’at dan sah, yaitu orang yang mukim tapi tidak
menetap, dan mendengar adzan selain daerahnya.
3. Wajib,
tidak dapat menjadikan shalat jum’at dan tidak sah, yaitu orang murtad.
4. Tidak
wajib, tidak jadi dan tidak sah, yaitu kafir asli, anak yang belum tamyiz,
orang gila dan orang yang sedang mabuk.
5. Tidak
wajib, tidak jadi dan sah, yaitu anak yang sudah tamyiz, budak, perempuan,
musafir.
6. Tidak
wajib, jadi dan sah, yaitu orang sakit, orang udzur yang diperbolehkan
meninggalkan shalat Jum’at.
Keterangan
:
Yang
dimaksud wajib, yaitu wajib mengerjakan shalat jum’at, jika tidak mengerjakan maka berdosa. Yang dimaksud dapat
menjadikan shalat jum’at, yaitu dapat mengesahkan shalat Jum’at (Menjadi
jama’ah ke 40, maka hukumnya sah). Dan yang dimaksud sah, yaitu shalatnya tidak
batal.
RUKUN SHALAT JUM’AT
Rukun
shalat jum’at ada 3, yaitu :
1. Khutbah
awal, dengan berdiri.
2. Khutbah
tsani, dengan berdiri dan dipisahkan dengan duduk di antara 2 (Dua) Khutbah.
3. Mengerjakan
shalat 2 rakaat, dengan berjama’ah.
Keterangan
:
Apabila
Khatib tidak dapat berdiri, maka diperbolehkan berkhutbah dengan duduk atau
tidur miring. Dan yang memisahkan antara khutbah adalah dengan cara diam.
Rukun khutbah ada 5, yaitu :
1. Memuji
kepada Allah pada khutbah awal dan khutbah kedua. Lafazh pujian harus dengan
lafazh “Hamdalah” tidak bisa diganti dengan lafazh “Syukur” atau lainnya. Dan Lafazh
‘Allah’ tidak dapat diganti dengan lafazh asmaul husna lainnya.
2. Membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam, pada khutbah awal dan
kedua. Diperbolehkan mengganti Lafazh ‘Nabi Muhammad’ dengan lafazh ‘Ahmad’
atau asma lainnya dari nama Nabi Muhammad, tapi tidak diperbolehkan memakai
isim dlomir (Isim yang mempunyai makna : Saya, kamu, dia). Contoh Allahumma
shalli wasallim wabarik ‘alaiih (Ya Allah, berikan rahmat dan saam kepada ‘dia’)
tidak boleh hanya dengan kata ‘dia’ tapi harus denan menyebutkan namanya.
3. Wasiat
dengan taqwa, pada khutbah awal dan kedua. Taqwa adalah mengikuti perintah dan
meninggalakan larangan Allah, akan tetapi menurut Imam Hajar cukup dengan salah
satu makna taqwa. Adapun menurut Imam Ramli, harus ada wasiat mengikuti
perintah Allah tidak cukup sekedar wasiat meninggalkan larangan Allah.
4. Membaca
ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah, yang paling afdol pada khutbah awal. Dan
ayat Al-Quran harus mempunyai makna yang bisa di faham, tidak sekedar dengan
lafazh Tsumma nazhar (‘Kemudian dia memikirkan’ QS. Al-Muddatsir ayat 21) atau
lafazh Mudhaammatan (‘Kedua surge itu hijau tua warnanya’ QS. Ar-Rahman ayat
64) yang tidak bisa difaham kecuali disambung dengan ayat sebelum atau
sesudahnya. Dan pada tiap jum’at disunnahkan membaca surat Qaaf, terdapat dalam
hadist yang diriwayatkan Imam Muslim, “Rasulullah selalu membaca surat Qaaf
pada tiap jum’at di atas mimbar”
5. Do’a
bagi semua muslim dan muslimat pada khutbah kedua dan diharusan denan do’a
uhrawi.
Syarat khutbah ada 10, yaitu :
1. Suci
dari hadast kecil dan besar.
2. Suci
dari najis, pada badan, pakaian dan tempat.
3. Menutupi
aurat.
4. Berdiri
bagi yang mampu.
5. Duduk
di antara dua khutbah, lebih lama dari tuma’ninah shalat.
6. Muallah
(Tidak terputus lama) di antara dua khutbah.
7. Muallah
di antara dua khutbah dan shalat.
8. Memakai
bahasa arab pada rukun yang lima.
9. Harus
terdengar oleh 40 orang yang menetapi shalat jum’at.
10.
Masih masuk dalam waktu Dzuhur.
Keterangan
:
Yang
dimaksud Muallah yaitu tidak terputus lama dengan perukuran dua rakaat yang
ringan. Yang dimaksud dengan syarat harus memakai bahasa arab yaitu apabila
pendengarnya orang arab. Apabila bukan orang arab, maka cukup dengan bahasa
masing-masing, kecuali tentang ayat Al-Qur’an.
Sunnah-sunnah khutbah :
Diterangkan
dalam kitab Muqaddimah Hadramiyah dan kitab Minhajul Qawim, sunnah khutbah
yaitu,
1. Di
atas mimbar atau tempat yang tinggi, jika tidak ada bisa dengan bersandar pada
dinding atau pilar.
2. Disunnahkan
bagi Khatib untuk bersalam sewaktu memasuki masjid, sewaktu memasuki mimbar,
dan sewaktu menghadapi Jama’ah.
3. Duduk
ditempat istirahat sewaktu adzan.
4. Menghadap
jam’ah dengan membelakangi kiblat.
5. Mengeraskan
suara melebihi batasan wajib.
6. Tidak
menoleh ke kanan dan kiri, harus Khusyu’ seperti saat shalat.
7. Dengan
ucapan tegas yang mudah difahami bagi jama’ah.
8. Tangan
kanan disunnahkan berpeang pada mimbar, tangan kiri berpegang pada tongkat.
9. Segera
turun setelah selesai berkhutbah yang sekiranya sampai pada tempat imam setelah
selesai iqamah.
Diterangakan
dalam kitab Bajuri, disunnahkan jarak duduk diantara dua khutbah, yaitu dengan
kadar membaca surat Al-Ikhlas dan disunnahkan untuk membacanya.
Makruhnya khutbah :
1. Menoleh
ke kanan dan kiri.
2. Menunjuk-nunjuk.
3. Mengetuk-ngetuk
mimbar dengan tongkat.
4. Berdo’a
di tempat istirahat sebelum duduk.
5. Berhenti
pada anak tangga dengan berdo’a.
6. Terlalu
cepat dalam khutbah dan melirihkan suara.
Dalam
kitab Syarah Safinatun-Naja diterangkan, dimakruhkan menjadi imam bagi selain
Khatib.
Sumber
referensi artikel : Faidlur-rahman jilid 4 Hal. 159 - 165.
Artikel
ini dibuat untuk menambah referensi tentang pengetahuan khususnya di bidang
Agama, bukan untuk menjadikannya sebagi perdebadan yang saling menyalahkan dan
menganggap dirinya paling benar. Mohon maaf apabila telah terjadi kesalahan
dalam penulisan dan penamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar