SUJUD SAHWI

Terdapat dalam surat AL-Kahfi ayat 24 :
“Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa” (QS. Al-Kahfi:24)
Yang dinamakan sujud sahwi, yaitu : Sujud yang disebabkan dari meninggalakan barang yang diperintahkan di dalam shalat atau mengerjakan barang yang dilarang di dalam shalat.
Hukum sujud Sahwi adalah sunnah bagi imam atau orang yang shalat sendiri, adapun bagi ma’mum yang imamnya
mengerjakan sujud sahwi hukumnya wajib mengikuti, apabila tidak maka shalatnya batal. Apabila imam meninggalkan sujud sahwi, ma’mum boleh meninggalkannya atau mengerjakannya setelah shalat imam.
Sebab-sebab dari sujud Sahwi ada 6, yaitu :

1.     Imam atau orang yang shalat sendiri, yang meninggalkan sunnah Ab’adl shalat, baik sengaja atau lupa. Terdapat dalam 6 (enam) pekerjaan yaitu : 1. Tasyahud awal, 2. Duduk Tasyahud awal, 3. Qunut Shubuh dan Witir dipertengahan kedua bulan Ramadhan, 4. Berdiri untuk mengerjakan qunut, 5. Membaca shalawat kepada Rasulullah dalam tasyahud awal, dan 6. Membaca shalawat kepada keluarga Rasulullah dalam tasyahud akhir.
2.     Memindahkan rukun bangsa ucapan bukan pada tempatnya, seperti membaca Fatihah di waktu duduk atau bersalam selain tempat  salam, begitu juga memindahkan sunnah bangsa ucapan, seperti : membaca surat di tempat ruku’, akan tetapi apabila membaca surat sebelum Fatihah, maka tidak disunnahkan sujud sahwi.
3.     Mengerjakan sesuatu sebab lupa, yang jika tidak lupa hukumnya batal, seperti : memanjangkan rukn yang pendek (Memanjangkan I’tidal atau duduk diantara dua sujud). Begitu juga apabila berbicara sedikit sebab lupa, mengambil dari hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Abi Hurairah, “Sesungguhnya Rasulullah bersalam setelah mengerjakan dua rakaat (Saat Rasulullah mengerjkana shalat dzuhur, sebagian mengatakan shalat Ashar) dan Rasulullah berbicara kepada sahabat Dzalyadin, lalu beliau menyempurnakan shalatnya dan bersujud dua kali (Sujud Sahwi).
Adapun mengerjakan sesuatu yang batal sewaktu di sengaja dan waktu lupanya, seperti : bicara yang banyak atau makan, maka shalatnya batal dan tidak ada sujud sahwi.
Adapun yang tidak bala sewaktu di sengaja atau lupa, seperti : menoleh dengan leher atau melangkah 2 (dua) tindak, maka sewaktu mengerjakannya (Baik lupa atau sengaja) tidak disunnahkan sujud Sahwi.
4.     Ragu dalam hitungan rakaat, apabila ragu apakah sudah empat rakaat atau tiga rakaat, maka menambahkan satu rakaat dan bersujud Sahwi. Mengambil dari hadist yang diriwayatkan sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Aur, “Saya mendengar Rasulullah berkata, ‘Apabila diantaramu ragu dalam shalat dan tidak mengerti apakah baru satu rakaat atau dua rakaat, maka yakinlah baru satu rakaat, apabila telah mengerjakan dua atau tiga rakaat, maka yakinlah baru dua rakaat, apaila ragu tiga atau empat rakaat, maka yakinlah dengan tiga rakaat, kamudian sewaktu akan selesai dari mengerjakan shalat dan masih dalam keadaan duduk, maka bersujudlah dengan dua sujudan sebelum bersalam.
5.     Mengikuti imam yang dalam shalatyna ada kekurangan, walaupun hanya dalam keyakinan ma’mum, seperti mengikuti iamam yang meninggalkan qunut dalam shalat shubuh, qunut sebelum ruku’, atau imam yang meninggalakan shalawat kepada Nabi dalam tasyahud awal, maka ma’mum disunnahkan sujud Sahwi sebelum salam dari setelah salamnya imam.
Penjelasan :
Inti dari yang menyebabkan sujud sahwi ada 2 perkara yaitu :
1.     Menambah, baik dalam ucapan atau pekerjaan. Dalam ucapan seperti : salam bukan pada tempatnya atau berbicara sedikit sebab lupa. Dalam pekerjaan, seperti “ menambah rakaat atau rukun sebab lupa, maka sebelum salam disunnahkan sujud Sahwi. Mengambil dari hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Nabi mengerjakan shalat Dzuhur dengan lima rakaat, maka setelah salam sahabat bertanya kepada beliau, “Apakah ada tambahan dalam shalat ?” rasulullah bertanya “Apakah itu” sahabat menjawab “engkau mengerjakan shalat 5 rakaat”. Maka Rasulullah bersujud dengan dua sujud setelah salam (dan berbicara).
2.     Mengurangi, yaitu meninggalkan sunnah Ab’ad, seperti meninggalkan tasyahud awal atau qunut, maka disunnahkan sujud sahwi.
Keterangan :
Shalat tersusun dari 3 bagian, yaitu : Rukun Shalat, Sunnah Ab’ad dan Sunnah Hai’at.
1.     Rukun (Fardhlu) shalat, yaitu : Pekerjaan shalat (Bangsa ucapan, hati dan gerak) yang tidak boleh ditinggalkan, apabila ditingalkan dengan sengaja, maka shalatnya batal. Apabila karena lupa, maka rakaatnya tidak dihitung, dan sebelum salam disunnahkan sujud Sahwi. Rukun shalat ada 17, yaitu 1. Niat, 2. Berdiri dalam shalat Fardlu (Jika mampu), 3. Takbiratul Ihram, 4. Membaca Fatihah, 5. Ruku, 6. Tuma’ninah dalam ruku’, 7. I’tidal, 8. Tumah’ninah, 9. Sujud, 10. Tuma’ninah dalam sujud, 11. Duduk dalam tasyahud akhir, 14. Tasyahud akhir, 15. Shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir, 16. Salam, 17. Tertib.
2.     Sunnah Ab’ad yaitu : apabila dikerjakan mendapat pahala, apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa dan tidak membatalkan shalat, tapi disunnahkan  sujud Sahwi. Sunnah Ab’ad ada 6, yaitu : 1. Tasyahud awal, 2. Duduk dalam  tasyahud awal, 3. Qunut dalam shalat shubuh dan witir pertengahan kedua di bulan Ramadhan, 4. Berdiri dalam qunut, 5. Membaca shalawat nabi dalam tasyahud awal, 6. Membaca shalawat kepada keluarga Nabi dalam tayahud akhir.
3.     Sunnah Hai’at, yaitu : Apabila dikerjakan mendapat pahala, apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa, tidak membatalkan shalat dan tidak disunnahkan sujud Sahwi. Sunnah Hai’at ada 15 yaitu
1.     Mengankat kedua tangan saat takbiratul ihram, mengangkat kedua tangan saat ruku’, mengangkat kedua tangan saat bangun dari ruku’.
2.     Meletekan tangan kanan diatas tangan kiri.
3.     Membaca do’a tawajjuh (do’a iftitah).
4.     Membaca Ta’awudz.
5.     Mengeraskan suara pada tempatnya (Waktu magrib, Isya’, Shubuh).
6.     Melirihkan suara pada tempatnya (Waktu Dzuhur dan Ashar).
7.     Membaca ‘Amin’.
8.     Membaca surat.
9.     Membaca beberapa takbir saat ruku’ dan bangun dari ruku.
10.             Membaca ‘Sami Allahu liman hamidahu.
11.             Membaca tasbih dalam ruku (Subhana Rabiyal ‘Azhimi tigal kali) dan  membaca tasbih saat sujud (Subhana Rabiyal A’laa tigal kali).
12.             Meletakan kedua tangan di atas paha dalam duduk tasyahud awal/akhir dengan tangan kiri dilebarkan (Letak ujung jari sejajar dengan lutut) dan tangan kanan menggenggam kecuali jari telunjuk (diangkat saat membaca ‘illahllah’).
13.             Duduk Iftirasy dalam semua duduk, kecuali tasyahud akhir.
14.             Duduk Tawaruk dalam tasyahud akhir.
15.            Salam kedua.
Keterangan :
Yang diamakan duduk Iftirasy yaitu : Duduk dia atas tungkak kaki kiri dengan telapak bagian atas diletakan ke bumi, serta memberdirikan dan meletakan telapak kaki kanan ke bumi dengan mengarahkan jari-jari kearah qiblat.
Yang dinamakan duduk Tawaruk yaitu, Sama seperti duduk Iftiray, kecuali melipatkan kaki kiri dengan di arahkan masuk ke bawah kaki kanan.
Diterangkan dalam kitab Mahadzab dan kitab majmu’, apakah dalam mengerjakan shalat meninggalkan rakaat sebab lupa, dan ingat sebelum shalat, maka wajib untuk menyempuranakannya (menambah rakaat). Apabila ragu, maka wajib mengambil seperti ragu dalam hitungan rakaat, maka wajib mengambil hitungan sedikit dan menyempurnakannya, mengambil hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari sahabat Abi Sa’id Al Khudri, Rasulullah berkata “Apabila kamu sekalian ragu dalam shalat, maka hilangkan keraguan dan ambil yang yakin (ambil hitungan terendah sebab hitungan terendah sudah pasti, dan hitungan terbanyak masih diragukan). Apabila meyakini telah sempurana, maka sujudlah dengan dua sujudan, apabila shalatnya ternyata sudah sempurna, maka rakaat tambahan dan dua sujudnya menjadi ibadah sunnah baginya, apabila ternyata rakaatnya kurang, maka tambahan rakaat menyempurnakan shalatnya dan dua sujudnya untuk memutus hidung syaitan (Menghina Syaitan).
Apabila menyakini meninggalkan  rakaat sebab lupa, dan teringat setelah salam, apabila belum terpisah lama, maka langsung meneruskan  menyempurnakan shalatnya, apabila terpisahlama, maka harus mengulang dari awal (Ibadah pertama tidak dihitung).
Ahli syafi’iyah berbeda pendapat dalam masalah hitungan lama, menurut Imam Abu Ishaq dengan hitungan satu rakaat. Menurut Imam lainnya, dihitung melalui kebiasaan (Apabila dalam perukuran kebiasaan dihitung lama, maka harus mengerjakan dari awal, apabila tidak dihitung lama, maka langsung menyempurnakan Shalat).
Adapun menurut Imam Muwalli, Imam Syasyii dan kebanyakan ulama, hitungan lama sesuai kadar kejadian Rasulullah dalam kisah sahabat Dzilyadain, yaitu : Rasulullah berdiri setelah salam dan melangkah duduk pada tiang masjid. Sahabat Dzilyadain bertanya kepada Rasulullah, dan beliau bertanya kepada para sahabat, dan para sahabat menjawabnya. Apabila lebih dari hitungan kejadian Rasulullah, maka termasuk dihitung lama.
Apabila ragu meninggalkan rakaat setelah setelah salam, mak keraguannya tidak dihitung dan shalatnya sah, ini adalah pendapat yang Shaheh.
Apabila meninggalkan rakaat sebab sengaja, maka shalatnya batal. Dan apabila ragu meninggalkan niat atau takbiratul ihram, maka shalatnya harud diulang dari awal.
Apabila meninggalkan rukun (Fardlu) atau ragu dalam meninggalkannya, dan teringat di dalam shalat, apabila yang dikerjakan belum sampai ke rukun yang ditinggalkan, maka langsung mengerjakan rukun yang ditinggalkan, seperti : Sewaktu dalam sujud teringan belum membaca Fatiha, maka langsung berdiri untuk membacanya dan rakaat yang dikerjakan setelah rukun yang ditinggalkan tidak di hitung. Apabila teringat setelah sampai ke rukun yang ditinggalkan, maka rakaatnya tidak dihitung dan harus menambah rakaat, seperti : sewaktu sedang membaca Fatihah teringat rakaat yang lalu belum mebaca fatihah, maka rakaat yang belum membaca Fatihah tidak dihitung.
Apabila meninggalkan sunnah Ab’ad dan telah mengejakan ibadah Fardlu, maka tidak boleh kembali kepada sunnah Ab’ad, apabila kembali, maka shalatnya batal, seperti : apabila meninggalkan tasyahud awal dan sudah berdiri sempurna, maka tidak boleh kembali mengerjakan tasyahud, apabila kembali mengerjakan tasyahud, maka hukumnya batal, mengambil dari hadist yang diriwayatkan sahabat Mughirah bin Syu’bah, Rasulullah berkata “Apabila diantaramu berdiri setelah mengerjakan dua rakaat dan belum sempurna berdiri, maka duduklah (untuk mengerjakan tasyahud), apabila sudah sempurna berdiri, maka jangan duduk dan bersujud dengan dua sujudan (mengerjakan sujud sahwi sebelum salam).
Apabila meninggalakn sunnah Hai’at dan telah mengerjakan sunnah yang lain atau rukun, maka tidak disunnahkan mengerjakan sunnah Hai’at yang tertinggal, seperti : meninggalkan do’a iftitah dan telah mengerjakan Ta’awudz atau tertinggal ta’awudz dan telah membaca bissmillah, maka tidak boleh kembali dan tidak disunnahkan sujud sahwi.
Ulama salaf dan khalaaf mengambil dari kisah Dzilyadain, apabila niat keluar shalat dan dalam sebab menyangka  sudah sempurna tapi ternyata belum sempurna, maka tidak membatalkan shalat, begitu juga berbicara setelah menyangka sempurna shalat tidak membatalkan shalat.
Kisah Dzilyadain diriwayatkan dari sahabat Abi Hurairah, “Rasuullah mengerjakan salah satu shalat Dzuhur, riwayat lain Ashar (Dalam riwayat Imam Muslim shalat Dzuhur, riwayat lain shalat Ashar) Setelah rakaat kedua beliau bersalam, kemudian berliau berdiri dan duduk pada pilar masjid terdepan dengan tangan diletakan pada pilar teresebut, pada saat kejadian itu dalam Jama’ah terdapat sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar, akan tetapi mereka tidak berani bicara kapada beliau, lalu bertanyalah sahabat Dzilyadain, “Ya Rasulullah, apakah engkau lupa atau sengaja mengqosor shalat ?” Raulullah menjawab, “Saya tidak lupa dan tidak mengqosor shalat” Sahabat Dzilyadain berkata “Betu ya Rasulullah engkau lupa, engkau telah mengerjakan shalat dua rakaat dan salam “Lalu Rasulullah segera menyempurankan shalat yang diikuti oleh para sahabat lainnya.
Ulama bermufakat, apabila dalam shalat terjadi dua lupa, seperti : meninggalkan tasyahud awal dan shalawat kepada keluarga Rasulullah dalam tasyahud akhir, maka cukup dengan dua sujudan, mengambil dalil dari kejadian Rasulullah yang lupa dalam shalat Dzuhur/Ashar dan bersalam pada rakaat kedua, dan beliau telah berdiri dengan menghadap selain qiblat serta telah berbicara dengan sahabat Dzilyadain, sewaktu beliau menyempurnakan shalat, sujud sahwinya hanya dua sujudan (Walaupun lupanya banyak). Dan mengambil dari hadist Rasulullah, “Apabila kamu sekalian lupa dalam shalat, maka bersujudlah dengan dua sujudan.” (Baik lupanya satu atau lebih).
Ulama Syafi’iyah berpendpat, dalam masalah sujud Sahwi, hukum ibadah sunnah sama seperti ibadah Fardlu.
Beberapa pendapat (Ulama) tentang “Temapt/Letak” sujud Sahwi.
·        Menurut Ahli Syafi’iyah, sujud Sahwi dilakukan sebelum salam dari Sholat.
·        Menurut Ahli Hanafiyah, dilakukan setelah salam dari Shalat.
·        Menurut Ahli Malikiyah, apabila sebabnya kurang atau kurang dan tambah, maka dilakukan sebelum salam, apabila sebabnya tambah, maka dilakukan setelah salam.
·        Menurut Ahli Hanabillah, boleh memilih sebelum atau sesudah salam.
Keterangan:
Menurut Ahli Syafi’iyah, tempat sujud Sahwi setelah membaca do’a Tasyahud sebelum salam, apabila salam dengan sengaja tidak mengerjakan sujud Sahwi, maka tidak disunnahkan sujud Sahwi. Apabila salam dengan lupa mengerejakan sujud Sahwi dan terpisah lama, maka tidak disunnahkan sujud Sahwi. Apabila tidak terpisah lama, maka diperbolehkan mengerjakan Sujud Sahwi dan salam.
Sewaktu sujud Sahwi sebagian ulama mensunnahkan membaca SUBHANAMAN LAA YANAAMU WALAA YASHU. Dan sebagian ulama berpendapat bacaan sujud sahwi sama seperti bacaan sujud dalam Shalat.
TENTANG SAHWUN NISYANUN (Lupa) yang terjadi pada Rasulullah.
Terdapata dalam surat AL-A’LAA ayat 6-7 :
“Kami akan membacakan (Al-Quran) kepadamu (Nabi Muhammad), maka kamu tidak akan lupa, kecuali jika Allah menghendaki.” (QS. Al-A’laa 6-7).
HADIST RASULULLAH
·        Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud, Rasulullah berkata, “Apabila ada sesuatu yang baru dalam masalah shalat, maka aku akan memberitahukan kepadamu, tetapi aku sesungguhnya adalah manusia yang bisa lupa seperti lupanya kamu sekalian, maka apabila aku lupa, ingatkanlah kamu sekalian kepadaku.
·        “Sesungguhnya aku tidak lupa tetapi aku dibuat lupa (Oleh Allah)
Diterangkan dalam kitab Furuqul Lughaiyah, yang dimaksud Sahwun yaitu : Lupa dari barang yang belum ada. Yang dimaksud Nisyanun, yaitu : Lupa dari barang yang sudah ada, contoh : saya telah lupa apa yang telah diketahui (Nisyanun tidak bisa memakai sahwun, sebab ilmunya sudah diketahui), saya telah melupakan sujud dalam shalat (Memakai sahwun tidak memakai nisyanun, sebab sujudnya belum dikerjakan).
Dalam kitab Mishbabul munir diterangkan, perbedaan orang nisyan dan sahwun yaitu : apabila jika diingatkan langsung ingat, maka dinamakan Nisyan. Apabila jika diingatkan belum ingat, maka dinamakan sahwun, seperti sewaktu ditanyakan kepada Rasulullah, apakah lupa atau mengqosor shalat, beliau menjawab tidak lupa dan tidak mengqosor shalat (Yang sebenarnya lupa).

Sumber referensi artikel : Faidlur-rahman jilid 4 Hal. 90-100.


Artikel ini dibuat untuk menambah referensi tentang pengetahuan khususnya di bidang Agama, bukan untuk menjadikannya sebagi perdebadan yang saling menyalahkan dan menganggap dirinya paling benar. Mohon maaf apabila telah terjadi kesalahan dalam penulisan dan penamaan.
Dapatkan Artikel Gratis
*Untuk berlangganan Artikel gratis via E-Mail di blog ini, silahkan masukan alamat email anda dan klik tombol Subscribe.. Terimakasih*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar