SUJUD SYUKUR

Terdapat dalam surat IBRAHIM ayat 7 :
Sesunguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambahkan (Nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu amat Pedih” (QS. Ibrahim : 7).
Surat AL-MULKU ayat 23:
Katakanlah, “Dia yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur” (QS. Al-Mulku)
Menurut pendapat ahli Syafi’iyah, sujud syukur
disunnahkan sewaktu kedatangan nikmat yang zhohir atau tertolak dari musibah yang zhohir, baik terjadi pada pribadi atau pada semua orang muslim.
HADIST RASULULLAH
·        Diriwayatkan dari Abu Bakrah, “Apabila Rasulullah kedatangan/mendapat sesuatu yang menggembirakan, maka Rasulullah bersujud sebagai wujug syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala”.
·        Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari sahabat Sa’id bin Abi Waqas, “Kami keluar bersama Rasulullah dari Mekkah menuju Madinah, sewaktu kami mendekati lembah Ghazwara’ Rasulullah turun dan mengankat kedua tangannya untuk berdo’a dalam satu waktu, kemudian Rasulullah bersujud dalam waktu yang lama, lalu beliau bangun dan mengangkat kedua tangannya pada waktu yang lain, lalu beliau kembali bersujud dengan waktu yang lama dan beliau bangun dan mengangkat kedua tangannya pad waktu yang lain, lalu beliau kembali bersujud dengan waktu yang lama dan beliau bangun sambil mengangkat tangan lama dan beliau kembali mengangkat kedua tangannya. Kemudian kepada kami (Para sahabat) beliau berkata, “Sesungguhnya aku meminta kepada Tuhanku untuk mensyafa’ati umataku, dan Tuhanku memberiku sepertiga umatku (yang mendapat syafa’at), maka aku bersujud kepada Tuhanku untuk bersyukur, kemudian aku mengangkat kepalaku lalu meminta kepada Tuhanku untuk umatku, dan Tuhanku memberiku sepertiga yang lain (yang mendapat syafa’at), maka aku bersujud kepada Tuhanku”.
·        Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari sahabat Barra’ bin ‘Azib, “Sesungguhnya Rasulullah bersujud sewaktu kedatangan surat Sayyidina ‘Ali dari yaman yang mengabarkan tentang keiislaman Hamadzan”.
Menurut Imam Abu Hanifah, hukum sujud syukur adalah makruh, mengambil dari hadist Imam Bukhari dari sahabat Anas, “Ada seorang lelaki melapor kepada Rasulullah pada saat beliau sedang  berkhutbah (Jum’at) tentang kemarau panjang, maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berdo’a, lalu turunlah hujan dengan seketika, dan hujan berlangsung hingga jum’at berikutnya, maka lelaki itu berkata, “Ya Rasulullah, rumah-rumah banyak yang roboh, jalan-jalan banyak yang terpotong, mintalah kepada Allah untuk menghentikan hujan.” Maka Rasulullah berdo’a hingga hujan berhenti seketika.
*Dari keterangan hadist di atas Imam Abu Hanifah mengambil dalil Rasulullah tidak bersujud sewaktu turunnya nikmat dan tidak pula bersujud sewaktu tertolong dari musibah.
        Ahli Syafi’iyah mengatakan, “Syarat dari sujud syukur sama seperti syarat shalat, dan praktek mengerjakannya sama seperti sujud Tilawah di luar shalat.” (Niat dan takbir dengan mengangkat tangan lalu bertakbir untuk sujud, bersujud, bangun dari sujud dangan bertakbir, dan salam).
        Ahli Syafi’iyah bermufakat, diharamkan sujud syukur di dalam shalat, apabila bersujud syukur, maka hukum shalatnya batal.
Diterangkan dalam kitab Majmu’ apabila kita bershadaqah karena baru mendapat rizqi atau terhindar dari musibah atau kita mengerjakan shalat sebagai wujud syukur kepada Allah, maka hal itu merupakan suatu pekerjaan yang baik. Seperti terdapat dalam surat ADL-DLUHA ayat 11:
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutNya (dengan bersyukur)” (QS.Adl-Dluha :11).
Dalam Tafsir Maraghi diterangkan, yang dimaksud dengan ‘Menyebut-nyebutNya’ yaitu, sebagai ungkapan/wujud syukur atas  nikmatNya dengan menyiapkan sebagian hartanya untuk dibagikan kepada fuqara’ wal masakin.
Sujud syukur tidak diharmkan pada 5 waktu yang diharamkan untuk shalat, mengambil dari hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim sewaktu taubatnya Ka’ab bin Malik, “Sesungguhnya Ka’ab bin Malik bersujud setelah shalat Shubuh sebelum keluar matahari sebagai ungkapan syukur”.

Sumber referensi artikel : Faidlur-rahman jilid 4 Hal. 87-90.

Artikel ini dibuat untuk menambah referensi tentang pengetahuan khususnya di bidang Agama, bukan untuk menjadikannya sebagi perdebadan yang saling menyalahkan dan menganggap dirinya paling benar. Mohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam penulisan dan penamaan.
Dapatkan Artikel Gratis
*Untuk berlangganan Artikel gratis via E-Mail di blog ini, silahkan masukan alamat email anda dan klik tombol Subscribe.. Terimakasih*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar